KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIDIKAN (KTSP)

18 Februari 2011

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIDIKAN (KTSP)

Sebelum menjelaskan tentang KTSP, maka perlu dijelaskan pengertian kurikulum dan asas-asas kurikulum. Hal ini sangat diperlukan sehubungan dengan kebijakan pemberlakuan KTSP.

1. PENGERTIAN KURIKULUM

David Pratt menjelaskan pengertian kurikulum sebagai berikut : A curriculum is an organized set of formal educational and or training intentions.[1]

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan baik secara konvensional maupun inovatif diperlukan suatu kurikulum. Dalam hal ini, David Pratt lebih menekankan tentang bagaimana mengorganisa sebuah lembaga resmi dan lembaga pelatihan. Jadi masih bersifat umum dan belum menyentuh pada penyusunan materi kurikulum.

Berbeda dengan pandangan klasik yang dalam hal ini lebih menekankan pada penyusunan kurikulum. Salah satunya adalah pandangan rasional Tyler yang mengemukakan pertanyaan sebab akibat yang meliputi :

a. Tujuan pendidikan apa yang harus dicapai di sekolah?

b. Pengalaman pendidikan apakah yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan pendidikan?

c. Bagaimana pengalaman pendidikan ini dapat dikelola secara efektif?

d. Bagaimana dapat menentukan bahwa tujuan pendidikan telah tercapai?[2]

Dalam dunia pendidikan sekarang ini, tujuan pendidikan tidak dapat ditinggalkan. Karena tujuan adalah yang dapat mengarahkan kemana pendidikan mengarahkan anak didiknya. Tanpa arah tujuan yang jelas dapat menyebabkan tidak mendapatkan hasil yang baik dan dapat membingungkan pelaku pendidikan yang ada.

Pengalaman pendidikan sebagai alat mencapai tujuan pendidikan harus dikelola dengan baik. Tempat pendidikan disediakan dengan melihat kondisi lapangan, jangan sampai karena salah memilih tempat yang salah pelaksanaan belajar mengajar jadi terganggu. Waktu pelaksanaan pendidikan juga harus diatur. Untuk mata pelajaran yang sulit, membutuhkan pemikiran, menguras tenaga hendaklah diberi prioritas, misalnya waktunya harus jam pertama, karena pikiran anak masih jernih. Di samping itu, mata pelajaran harus disesuaikan dengan kondisi anak didik dengan metode yang pas mata pelajaran.

Untuk mengetahui bahwa tujuan pendidikan belum tercapai atau telah tercapai, maka perlu adanya evaluasi untuk meningkatkan kualiatas pembelajaran, baik berupa peningkatan aktivitas dan kreatifitas peserta didik, peningkatan disiplin belajar, maupun peningkatan motivasi belajar.

2. ASAS-ASAS KURIKULUM

a. Asas Filosofis

Pengembang kurikulum perlu menentukan filosofi tertentu untuk menyelaraskan berbagai macam kepentingan sesuai harapan masyarakat. Masyarakat nenuntut standar kualitas yang tinggi dalam pendidikan. Standar ini kompetensi yang seimbang dalam kecerdasan atau logika, moral dan ahlak mulia atau etika, seni dan keindahan atau estetika serta kekuatan dan kesehatan jasmani atau kinestetika.

Brameld dalam longstreet dan shame mengelompokkan empat paham, yaitu perennalialism, essentialism, progressivism, dan reconstructivism.[3]

Perennalialism lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran, dan keindahan warisan budaya serta dampak sosial tertentu. Apabila sebuah kurikulum lebih condong pada paham ini, maka isi kurikulum lebih ditekankan pada bagaimana melestarikan kebudayaan yang telah ada agar tidak ditinggalkan oleh generasi sekarang dan yang akan datang. Akan tetapi perlu diperhatikan agar tidak terjebak pada budaya yang dapat menyebabkan mandeknya kreativitas anak didik, maka diharapkan ketika memasukkan unsur-unsur kebudayaan hendaklah yang bersifat abadi dan dapat dilaksanakan sepanjang masa, misalnya tentang akhlak yang dimiliki nabi dan ulama’-ulama’ pada waktu dulu yang dapat diwariskan pada anak didik.

Essentialism menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan, serta ketrampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Karena anak didik dipersiapkan agar bisa hidup di masyarakat dan sekaligus menjadi anggota masyarakat, maka kurikulum hendaklah dapat mempersiapkan anak didik agar dapat berguna di masyarakatnya. Pengenalan budaya, pemberian pengetahuan, dan ketrampilan diharapkan mampu membekali anak didik ketika hidup di masyarakat.

Progressivism menekankan pada memahami perbedaan individual, berpusat pada siswa, variasi pengalaman belajar, dan proses. Apabila menengok ke belakang, paham ini pernah diterapkan pada kurikulum berbasis Kompetensi, yaitu tentang perbedaan tingkat kecerdasan, perbedaan kreatifitas, perbedaan cacat fisik, kebutuhan peserta didik, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dan pengelompokan peserta didik.

Reconstructivism merupakan elaborasi lanjut dari paham progressivism. Pada reconstructivism peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Apabila menerapakan paham ini dalam kurikulum, maka setiap saat dan setiap waktu kurikulum harus dirancang dan dibuat agar bisa mengikuti perkembangan zaman sekaligus menjadikan anak didik sebagai penentu peradaban yang akan datang, jadi kurikulum sekarang adalah bukan untuk masa sekarang tapi untuk masa yang akan datang.

b. Asas Psikologis

Kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya.

Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangan, latar belakang sosial budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya.[4]

Untuk membuat kurikulum secara umum, perlu memperhatikan psikologi anak didik. Maka dalam menyusun kurikulum perlu diperhatikan, apakah dengan kurikulum yang ada sudah sesuai dengan perkembangan anak didik, latar belakang sosial budayanya atau faktor-faktor yang lain.

c. Asas Sosiologis

Karena anak hidup dalam masyarakat, maka anak pun harus dipersiapkan untuk terjun di masyarakat dengan dibekali kemampuan dan ketrampilan yang dibutuhkan masyarakat. Anak perlu dibekali dengan norma-norma, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan keadaan dan pandangan masyarakat.[5]

Pada umumnya masyarakat menilai anggota masyarakat yang lain yaitu dari nilai-nilai yang ada dan berkembang dimasyarakat. Apabila anak tidak mempunyai bekal untuk hidup di masyarakat, maka yang terjadi adalah anak akan berprilaku menyimpang dan bertentangan dengan anggota masyarakat yang lain. Oleh karena itu dalam membuat kurikulum asas sosiologis tidak boleh ditinggalkan.

d. Asas Organisatoris

Pola-pola Pengorganisasian kurikulum yang sangat penting meliputi Separated Subject Curriculum, Correlated Curriculum, dan Integrated Curriculum:[6]

1) Separated Subject Curriculum

Kurikulum ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran (subject) yang terpisah-pisah satu sama lain, ada batas pemisah antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain dan antara satu kelas dengan kelas yang lain.

Apabila diperhatikan, kurikulum di Indonesia menganut pada asas organisatoris Separated Subject Curriculum, ini dapat dilihat dari banyaknya mata pelajaran yang ada di kurikulum dengan nama yang berbeda-beda, kemudian antara satu kelas dengan kelas yang lain juga berbeda. Mata pelajaran kelas satu tidak mungkin sama dengan mata pelajaran di kelas yang lain.

2) Correlated Curriculum

Pada dasarnya organisasi kurikulum ini menghendaki agar mata pelajaran itu satu sama lain ada hubungannya bersangkut paut (correlated) walaupun batas-batas yang satu dengan yang lain masih dipertahankan.

Kurikulum ini juga diperlakukan di Indonesia, ini dapat dilihat bahwa antara kelas yang lebih rendah dengan kelas yang lebih tinggi terdapat hubungan antara satu materi dengan materi yang lain. Misalnya untuk materi sejarah anatara kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 materinya secara berurutan dan masih melanjutkan.

3) Integrated Curriculum

Kurikulum ini meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Kurikulum semacam ini dapat dilihat dalam materi PAI di SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, karena dalam materi PAI memuat beberapa materi yaitu al-Qur’an, akidah, akhlak, syariat, dan sejarah. Berbeda dengan yang ada di MI, MTs, MA, dan Perguruan tinggi Islam yang membuat materi tersebut menjadi sebuah mata pelajaran tertentu yang berdiri sendiri.

3. TINJAUAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIDIKAN (KTSP)

KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik.[7]

KTSP diupayakan semaksimal mungkin untuk mengoptimalkan seorang guru agar lebih banyak dilibatkan dan diharapakan memiliki tanggung jawab yang memadai. Di samping itu sekolah dan komite sekolah dapat mengembangkan kurikulum dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.

a. Komponen KTSP

Ada empat komponen KTSP, yaitu tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan KTSP, kalender pendidikan dan silabus serta Rencana Pelaksanaan Pengajaran.[8]

1) Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan

Rumusan tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan mengacu pada tujuan umum pendidikan, yaitu tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

2) Struktur dan muatan KTSP

Struktur kurukulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah tertuang dalam standar isi, yang dikembangkan dari kelompok mata pelajaran sebagai berikut : kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani olahraga, dan kesehatan.

3) Kalender pendidikan

Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.

4) Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Berdasarkan silabus inilah guru bisa mengembangkannya menjadi Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP) yang akan diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi siswanya.

b. Tujuan KTSP

Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan atau (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.[9]

Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk :

1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.

2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.

3) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.[10]

Tujuan ini akan berhasil jika proses pendidikan berjalan dengan baik. Di samping itu karena pendidikan agama lebih menekankan pada pembentukan pribadi, maka segala tingkahlaku seorang guru harus benar-benar bisa mencerminkan sesuai ajaran Islam. Sikap dan tingkah laku guru akan selalu dilihat dan dijadikan contoh anak didiknya.

c. Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar kompetensi lulusan satuan pendidikan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap, yang digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.[11]

Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anak didik merupakan tiga hal yang harus dinilai dan menjadi pedoman dalam penentuan anak didik. Adapun untuk menentukan besar prosentasinya masih bersifat fleksibel, setiap mata pelajaran berbeda-beda, adapun untuk mata pelajaran PAI juga tidak dijelaskan secara terperinci karena ini adalah hak guru untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.[12]

Standar kompetensi dan kompetensi dasar sudah ada, tinggal bagaimana guru dapat mengembangkan sendiri disesuaikan dengan kemampuan sekolah masing-masing, yaitu guru dituntut untuk bisa membuat silabus.

d. Arah dan Pengembangan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.

e. Ruang Lingkup

Materi di masing-masing unsur pokok pada jenjang pendidikan menengah adalah sebagai berikut :[13]

1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.

2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.

3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

4) Kelompok mata pelajaranestetika.

5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

f. Peran Komite Sekolah

Dalam rangka memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekolah, peran komite sekolah antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :[14]

1) Memberi pertimbangan (advisory agency) dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekolah serta menentukan dan melaksanakan kebijakan pendidikan.

2) Mendukung (supporting agency) kerja sama sekolah dengan masyarakat, baik secara finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.

3) Mengontrol (controlling agency) kerja sama sekolah dengan masyarakat dalam rangka tranparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan uotput pendidikan.

4) Mediator antara sekolah, pemerintah (eksekutif), Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD/legislative), dengan masyarakat.

5) Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

6) Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan atau organisasi), dan dunia kerja, pemerintah, dan DPRD dalam rangka penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.

7) Menampung dan menganalisis aspirasi, ide tuntutan dan berbagai kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan.

8) Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada pemerintah daerah dan DPRD berkaitan dengan:

a) Kebijakan dan program pendidikan;

b) Kriteria kinerja pendidikan di daerahnya;

c) Kriteria tenaga kependidikan, termasuk kepala sekolah;

d) Kriteria sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kemampuan daerah; dan

e) Berbagai kebijakan pendidikan lain.

9) Mendorong orang tua dan masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan kualitas, relevansi, dan pemerataan pendidikan.

10) Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan kebijakan, program, dan output pendidikan.

g. Peran Kepala Sekolah

Dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan yang harus menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah harus dapat memerankan peranannya sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, motivator.[15]

1) Educator

Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga pendidikan disekolah. Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif, memberikan nasihat, kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.

Kepala Sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan mental, moral, fisik, dan artistic. Sebagai kepala sekolah juga harus senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru.

2) Manajer

Kepala sekolah sebagai seorang manajer harus dapat merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota organisasi yang ada serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.

3) Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan ini harus dijalankan dengan baik agar proses kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik dan apabila dibutuhkan dapat segera teratasi.

4) Supervisor

Kepala sekolah sebagai supervisor harus dapat melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.

5) Leader

Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi.

6) Innovator

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembnagkan model-model pembelajaran yang inovatif. Kepala sekolah sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integrative, rasional, objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptable dan fleksibel.

7) Motivator

Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).

h. Peran Guru

Guru sebagai seorang pendidik mempunyai peran yang sangat vital. Peran guru dalam KTSP antara lain membuat silabus, membuat RPP dan melaksanakan KBM.

1) Membuat silabus

Silabus adalah garis besar, ringkasan, ihtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran. Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.[16]

Adapun yang mengembangkan atau menyusun silabus adalah guru kelas atau mata pelajaran, kelompok guru kelas atau mata pelajaran, kelompok kerja guru, dan atau dinas pendidikan. Penyusunan silabus dilaksanakan bersama-sama oleh guru kelas atau mata pelajaran, kelompok guru kelas atau mata pelajaran, atau kelompok kerja guru pada tingkat satuan pendidikan untuk satu sekolah atau kelompok sekolah dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing sekolah.

2) Membuat RPP

Setelah silabus tersusun langkah berikutnya adalah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, akan tetapi sebelum RPP disusun ada beberapa tahapan kegiatan yang harus dilakukan guru agar RPP yang disusun bisa efektif dan efisien, yaitu dengan melakukan pemetaan kompetensi dasar per unit, melakukan analisis alokasi waktu, menyusun program tahunan dan atau program semesteran, dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.

Langkah yang patut dilakukan guru dalam penyusunan RPP adalah sebagai berikut : [17]

a) Mengambil satu unit pembelajaran yang akan diterapkan dalam pembelajaran.

b) Menulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit.

c) Menentukan indicator untuk mencapai kompetensi dasar.

d) Menentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indicator.

e) Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

f) Menentukan materi yang akan diberikan

g) Memilih metode yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan pembelajaran.

h) Menyusun langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan rumusan tujuan pembelajaran yang dikelompokkan menjadi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

i) Menyebutkan sumber atau media belajar yang akan digunakan.

j) Menentukan teknik penilaian, bentuk dan contoh instrumen penilaian yang akan digunakanuntuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar atau tujuan pembelajaran.

3) Melaksanakan KBM

Kegiatan belajar mengajar (KBM) dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip edukatif, yaitu kegiatan yang berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Guru perlu memberi dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar tetap berada pada siswa dan guru hanya bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar secara berkelanjutan atau sepanjang hayat.[18]

Prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar yang bisa memberdayakan potensi siswa adalah kegiatan hendaklah berpusat pada siswa, belajar melalui berbuat, mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan social, belajar sepanjang hayat, dan belajar mandiri dan belajar bekerja sama. Guru hendaknya mengetahui strategi pembelajaran. Dalam mengembangkan strategi pembelajaran paling tidak guru perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu bagaimana mengaktifkan siswa, bagaimana siswa membangun peta konsep, bagaimana mengumpulkan informasi dengan stimulus pertanyaan efektif, bagaimana menggali informasi dan media cetak, bagaimana membandingkan dan mensintesiskan informasi, bagaimana mengamati kerja siswa secara aktif, bagaimana cara menganalisis dengan peta akibat atau roda masa depan, serta bagaimana melakukan kerja praktik.



[1] David Pratt, Curriculum design and Development, (Harcourt Brace Javanovich: Publishers, 1980), hlm. 4

[2] Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung : Pakar Raya, 2004), hlm. 23

[3] Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung : Pakar Raya, 2004), hlm. 4

[4] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Remajarosda Karya, 2004), hlm. 45

[5] Burhanuddin Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan), (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 14

[6] B. Suryosubroto, Tata Laksana Kurikulum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990) hlm. 3-4

[7] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006) hlm. 8

[8] Masnur Muslich, KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007) hlm. 12

[9] E. MulyasaKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.22

[10] Ibid

[11] Ibid ,hlm. 91

[12] Ibid, 109

[13] Tim Redaksi Ma’arif Pres, Himpunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Semarang : PW LP Ma’arif NU Jawa Tengah, 2006) hlm. 5

[14] E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 189-190

[15] Ibid, hlm. 98-120

[16] Masnur Muslich, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar Pemahaman dan Pengembangan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), hlm. 23

[17] Ibid, hlm. 41

[18] . Ibid, hlm. 48

Share:

0 comment:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.