PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK KECERDASAN ANAK

2 Januari 2010

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK KECERDASAN ANAK

1. Mendidik Kecerdasan Anak dalam Kandungan Hingga Besar

Kemajuan sains dan teknologi telah memberikan tambahan pengetahuan bagi manusia tentang eksistensi anak dalam kandungan. Kemajuan ini juga memungkinkan manusia mengetahui dan menyimpulkan bahwa anak yang berada dalam kandungan bisa dididik dan dibelajarkan. Sedangkan yang dimaksud dengan mendidik dan pembelajaran anak dalam kandungan adalah usaha-usaha untuk menstimulasi yang dapat membantu mengembangkan orientasi dan keefektifan bayi dalam mengatasi dunia luar setelah bayi dilahirkan, dan meningkatnya aktivasi kemampuan mental dan intelektual setelah bayi dilahirkan.

Persoalan hakikat mendidik anak dalam kandungan sesungguhnya tidaklah sederhana, terlebih hakikat Islam tentang mendidik anak dalam kandungan. Mendidik anak dalam kandungan adalah bagian dari proses menuju kesejatian manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi, dan proses yang demikian itu tidak bisa dicapai dengan tujuan agar anak yang lahir nanti bisa lebih cerdas daripada anak-anak yang semasa masih berada dalam kandungan tidak dididik.

Dan inilah sesungguhnya yang membedakan antara hakikat mendidik anak dalam kandungan, menurut falsafah Islam dengan hakikat mendidik anak dalam kandungan menurut yang lain. Oleh karena itu, mendidik anak dalam kandungan memiliki dua pengertian, yaitu :

a. Merupakan serangkaian dan kewajiban serta tanggungjawab orang tua terhadap anaknya.

b. Lebih bervisi mendidik dan membelajarkan orang tua sendiri ketimbang anak, yang lebih berakses pada pendidikan dan pembelajaran kepada anak yang berada dalam kandungan.[1]

Dari berbagai penelitian yang baru dan sangat didukung oleh teks-teks agama. Mendidik dan membelajarkan nama atau kata atau bahasa pada bayi ketika berusia kurang lebih 4 sampai 5 bulan setelah terjadinya pembuahan. Metode mendidik dan membelajarkan anak yang diperkenalkan oleh Rene van de Carr dan March Lehrer terbagi menjadi 3 metode, yaitu:

a. Metode irama kendang. Metode ini bertujuan mengajarkan suatu pengertian primitif tentang pola kepada bayu yang sedang berkembang. Kendang ini ditaruh di atas perut ibu, dan ibu menabuh kendang dengan batang pemukul atau palu kecil sehingga ibu dapat merasakan getaran di perut ibu.

b. Metode permainan bayi menendang

Metode ini bertujuan agar bayi belajar dasar-dasar menanggapi orang lain. Bayi menendang dan ibu dengan lembut menepuk atau menekan tepat pada bagian perut yang ditendangnya, setelah ia terbiasa dengan tepukan ibu sebagai tanggapan.

c. Metode memperkenalkan kata dan nama

Metode ini merupakan metode latihan berkomunikasi atau berbicara dengan bayi. Orang tua mengharapkan tanggapan dari bayi. Maka diperlukan beragam “kata utama”, ialah kata-kata yang nantinya akan sering orang tua dan bayi yang diucapkan seperti: mamah, ayah, papa, maem dan lain-lain. Prinsipnya, orang tua harus konsisten menyebut nama-nama atau kata-kata tertentu, dan menghindari ketidakkonsistenan.[2]

2. Hal-hal Yang Dihindari Saat Kehamilan

a. Jangan mengkonsumsi alkohol saat hamil

Mengkonsumsi alkohol saat hamil memiliki dampak yang luar biasa bagi anak dalam kandungan. Liver bayi tidak akan mampu menyaring alkohol seefektif ibunya. Penggunaan alkohol yang berlebih selama masa kehamilan dapat menyebabkan sebuah kondisi yang dikenal dengan sindrom alkohol yang berbahaya.

Bayi-bayi yang lahir dengan kondisi ini cenderung memiliki kepala kecil, dan jantung yang cacat, dan anak-anak itu mungkin akan bersifat sensitif, hiperaktif dan rentan terhadap serangan jantung, memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, lagi pula. Ibu yang meminum alkohol berlebihan, akan memiliki resiko keguguran, melahirkan secara prematur, dan mengalami komplikasi selama kehamilan dan persalinan.

Dalam kasus alkohol ini bayi mungkin akan mengalami penundaan pertumbuhan keahlian motorik yang lemah, sulit memperhatikan sesuatu dan kemampuan-kemampuan intelektual yang dibawah rata-rata.

b. Jangan merokok selama kehamilan

Merokok dapat menyebabkan cacat lahir, ada beberapa kajian yang menunjukkan bahwa merokok akan menurunkan tingkat pertumbuhan janin dan meningkatkan resiko keguguran selama masa kehamilan. Merokok juga dapat menyebabkan implantasi plasenta abnormal, pecahnya membran secara premature dan kelahiran dini.

Merokok akan mengakibatkan pertukaran oksigen dan nutrisi antara ibu dengan bayi yang dikandung. Suplai oksigen yang hancur atau tidak bersih ini akan menghambat perkembangan otak bayi. Ketika seorang ibu merokok, jantung anak berdetak kencana dan tubuhnya menerima suplai oksigen yang sudah berkurang.[3]

c. Hindari stress harian

Jika seorang wanita yang sedang hamil merasa stress atau emosional, maka kelenjar-kelenjar endokrin akan mengeluarkan adrenalin dan juga hormon-hormon lainnya. Hormon-hormon ini akan masuk ke dalam tubuh janin melalui aliran darah, sehingga hormon-hormon itu akan meningkatkan aktivitas gerak si bayi.

Stress yang berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan stress yang akut dan keguguran. Persalinan yang lama dan lahir prematur, serta rendahnya berat bayi. Bayi-bayi yang ibunya mengalami stress pada masa kehamilan akan cenderung hiperaktif, tidak teratur dalam makan dan tidur dan juga kebiasaannya buang air besar.

d. Jangan mengkonsumsi makanan setengah matang atau memegang kunci

Orang dewasa yang sehat dapat bertahan dari serangan organisme toxoplasma dengan lebih mudah daripada mengalami batuk-batuk, jika seorang perempuan yang hamil terinfeksi oleh toxoplasma, perempuan tersebut bisa sembuh, namun anak yang dikandungnya mungkin akan tetap terinfeksi sampai setelah lahir, dan bayi yang terkena toxoplasma akan mengalami cacat mental, epilepsi, kerusakan pada mata, dan hydrochephalus.[4]

Kebanyakan kasus toxoplasma dapat dilacak karena makanan mentah, atau daging berwarna merah yang belum matang. Toxoplasma juga bisa disebabkan oleh organisme yang hidup dalam alat pencernaan kucing. Kucing-kucing mungkin terinfeksi kuman itu dengan memakan daging mentah, makanan busuk, atau melakukan kontak langsung dengan kucing lain yang terinfeksi oleh virus torch.[5]

3. Merangsang Anak dalam Kandungan

a. Berbicara kepada bayi

Mengajak berbicara kepada bayi selama dalam kandungan akan cenderung mengangkat kepala bayi untuk menyaksikan siapa yang berbicara. Semasa kehamilan seorang ibu mungkin ingin membantu anak menjadi terbiasa dengan suara ibu, dengan berbicara kepada bayi selama 10 menit. Orang tua harus menggunakan lagu kasih sayang atau suara anak kecil jika ingin memperdengarkan suara kepada bayi tersebut.

b. Mengelus bayi

Bersentuhan dengan bayi sebelum bayi lahir dengan cara mengelus dan menepuknya pada bagian rahim dengan lembut dan perut bagian bawah sampai pada pusar akan mampu meningkatkan jalur neomaskular-nya.

c. Goyangkan bayi anda

Rangsangan yang lembut yang dilakukan dengan cara menggoyang-goyangkan badan ke depan dan ke belakang pada kursi goyang akan mampu membantu mengembangkan bagian otak bayi yang berkaitan dengan mekanisme keseimbangan telinga bagian dalam. Bagian otak ini juga akan menyediakan landasan bagi kemampuan berbahasa dan juga tugas-tugas berpikir lainnya yang lebih tinggi yang akan berkembang di kemudian hari.

Pada saat seorang anak lahir ke dunia, anak tersebut telah mewarisi sifat-sifat kedua orang tua dan famili-familinya. Pertama yang harus diingat dalam mendidik anak adalah bahwa hanya orang yang harus mendidiknya, bukan setiap orang dikeduanya.

Ayah dan ibu mempunyai peranan dalam mendidik anak. Anak adalah bagian dari ibunya, ritme jiwa sang ibu sama dengan anak, seorang ibu juga bisa menyenangkan anak di hari pertama hidupnya. Oleh sebab itu, ibu merupakan teman terbaik bagi si anak, dan peran ayah adalah membantu itu atau wali dalam mendidik. Jika seorang anak di usia 2 tahun pertamanya diserahkan sepenuhnya kepada ayah, kecil harapan hasilnya akan memuaskan, karena seorang laki-laki sepanjang hidupnya hanyalah seorang anak, dan setiap anak selalu membutuhkan bantuan ibu, sebagaimana kata orang bijak, guru pertama adalah ibu, guru kedua adalah ayah, dan guru ketiga adalah guru.[6]

Syarat utama dalam melatih atau mendidik anak, adalah :

1) Harus bisa bersahabat dengannya

2) Membuatnya menjadi raja.

Dalam melatih anak, kita harus ingat bahwa kekuatan pikirannya, yang berarti kekuatan keinginannya, tidak boleh dikurangi, meskipun anak itu harus tetap dikontrol. Ada lima subyek berbeda yang harus diajarkan pada anak di tahun pertama, yaitu:

1) Disiplin

2) Keseimbangan

3) Konsentrasi

4) Etika

5) Relaksasi.

Persahabatan antara anak dan pengasuh harus sudah terjalin sehingga pengasuh dapat menarik perhatian dan respon dari anak. Disiplin baru diajarkan ketika anak mulai merespon pengasuh sepenuhnya. Disiplin tidak diajarkan dengan kemarahan atau bentakan. Bentakan bukanlah cara terbaik untuk mengajarkan disiplin pada anak. Ajarkan disiplin tanpa menunjukkan kemaraan atau ketergantungan, ajarkanlah dengan mengulangi tindakan yang dimaksud, hal ini bertujuan mengarahkan anak untuk merespon dan mematuhi orang tua sebagai pengasuh.[7]

Keseimbangan pada anak dapat diajarkan dengan mengatur ritme. Ada 3 jenis ritme:

1) Ritme pasif, dimana anak tidak aktif sama sekali. Artinya, mungkin anak dalam kondisi tidak sehat atau terjadi sesuatu yang tidak seharusnya.

2) Ritme kedua, anak aktif tetapi tidak excited (gembira atau asyik yang meledak-ledak) ini masuk kondisi normal.

3) Ritme ketiga, adalah ketika excited, kegembiraan atau keasyikan yang meledak itu harus dibawa ke ritme yang kedua, di mana anak aktif tidak excited, metode ini bisa didapat dengan memberi apa yang anak sukai.

Adanya perubahan ritme merupakan pertanda bahwa anak sedang tergugah, anak tidak bisa mengontrol ritmenya sendiri, hal-hal yang berkaitan dengan konsentrasi anak, sebaiknya orang tua meletakkan benda-benda yang menarik di hadapan anak. Dengan cara ini orang tua dapat membangun konsentrasi di diri anak, yang akan sangat diperlukan ketika anak beranjak dewasa. Sesungguhnya jika anak tertarik dengan sebuah benda, maka secara alami anak akan tertarik dengan sebuah benda, maka secara alami anak akan berkonsentrasi pada benda tersebut. Konsentrasi ini baik untuk anak, untuk jiwa dan raga anak.

Etika atau moral terbesar yang dapat dipelajari seseorang dalam hidup adalah keramah-tamahan yang berujung pada kedermawanan. Memberi sesuatu yang disukai anak dan meminta kembali sesuatu yang disukai tersebut dengan keramahan, simpati, dan kasih sayang dengan begitu akan timbul perasaan memberi, juga keramah-tamahan pada saat yang sama.

Akhirnya sampai pada tahap relaksasi, sesungguhnya seorang anak belajar relaksasi terlebih dahulu dibandingkan dengan orang dewasa, orang tua hanya perlu menempatkan anak pada sebuah ritme yang tenang dan kalem, menempatkan anak dalam posisi yang nyaman agar sistem syaraf anak beristirahat, menatap mata anak dengan penuh simpati, hasilnya adalah suasana penuh kedamaian dan ketenangan sehingga anak mengalami relaksasi.[8]

Hal lain yang dapat merangsang kecerdasan anak adalah suasana rumah. Suasana emosional rumah bisa merangsang anak untuk belajar dan mengembangkan kemampuan kecerdasan anak yang sedang tumbuh. Kecerdasan anak akan berkembang lebih baik, bila sikap orang tua dalam rumah tangga terhadap anak hangat dan demokratis.

Orang tua yang bersikap hangat, penuh kasih sayang, menerangkan segala tindakan mereka kepada si anak, memberi anak kesempatan ikut mengambil keputusan, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak ternyata dapat meningkatkan kecerdasan anak.

Rumah yang hangat dan demokratis berarti juga memperhatikan kepentingan si anak dalam merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga, tujuannya adalah mengembangkan anak menjadi manusia yang cerdas dan mampu menganalisa sesuatu dan bertindak secara tepat.[9]

Orang tua juga perlu menerangkan alasan-alasan peraturan dari keputusan yang dibuat mengenai anak, tetapi tidak dengan cara yang membosankan, tidak dengan aturan yang sulit bagi anak. Dengan demikian anak mulai dilatih membuat evaluasi mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, sedikit demi sedikit anak belajar mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dan bagaimana caranya mengambil keputusan yang baik berdasarkan informasi yang didapat. Dan semakin lama anak akan menyadari bahwa disiplin dan peraturan yang diberikan mempunyai alasan yang bijaksana dan kasih sayang.

Rumah merupakan tempat belajar yang baik. Di rumah anak bisa selaras dengan keinginan sendiri, situasi rumah merupakan hal yang menguntungkan bagi orang tua untuk berperan sebagai guru yang pertama.

Membimbing anak belajar dalam usia anak-anak juga membuat orang tua lebih sayang serta lebih bahagia dengan anaknya. Hubungan emosi antara orang tua dengan anak sangatlah erat.[10] Bagi anak, guru pertamanya adalah ibu, karena ibulah yang merawat, mendidik dan mengajarkan kata yang pertama pada anaknya. Setelah ibu, guru yang kedua bagi anak adalah ayah, karena ayah merupakan wali dalam mendidik, ayah mempunyai peran penting dalam perkembangan kecerdasan anak sebagaimana telah diterangkan dalam bab peran pria (ayah) dalam rumah tangga.

Dan guru yang ke-3 bagi anak adalah guru yang ada di sekolah. Guru dapat merangsang kecerdasan anak dengan pendidikan yang diterapkan, dan pendidikan utama yang dibelajarkan adalah pendidikan agama.

Agama adalah spirit bagi manusia. Guru dan orang tua seharusnya bisa menanamkan spirit agama dalam diri anak. Agama harus menjadi sumber inspirasi bagi anak dalam menapaki kehidupan dunia ini. Dalam memberikan pendidikan agama, guru harus memperhatikan:

1) Aturan, sistem dan hukum agama hendaknya tidak dipisah dari kehidupan, melainkan harus berkaitan dengan kehidupan nyata yang dihadapi anak.

2) Tidak boleh membedakan antara satu agama dengan agama lainnya, sehingga dalam diri anak tidak tumbuh fanatik sempit dan kecenderungan memusuhi agama-agama lain.

3) Guru harus memanfaatkan setiap kesempatan untuk mensosialisasikan kesadaran beragama, menumbuhkan semangat agama yang benar.[11]

4) Guru juga harus memaparkan sejarah perjalanan para nabi, hal ini bertujuan untuk memberikan contoh yang baik bagi anak.

5) Pada usia dini, anak berfikir konkrit, mereka belum mampu memahami hal-hal abstrak dan filosofis. Salah satu permasalahan yang jauh sekali dari pikiran anak adalah tentang hari akhir. Dalam menerangkan hari akhir, guru bisa menggunakan pendekatan perbandingan, misalnya, dengan membandingkan hari akhir dengan ujian akhir tahun yang dilaksanakan di sekolah.

6) Dalam mengajarkan agama, guru harus memperhatikan perkembangan dari aspeknya. Aspek akal yaitu melalui penjelasan manfaat dan hikmah ritual agama. Aspek emosional yaitu dengan membangkitkan rasa cinta, penghargaan terhadap agama, aspek minat yaitu dengan memperhatikan minat anak terhadap agama, aspek sosial yaitu dengan membiasakan anak melakukan tindakan-tindakan terpuji.

7) Dalam menjelaskan pesan-pesan agama, seorang guru harus mendekati anak dengan sentuhan emosional bukan dengan menakut-nakuti. Penggunaan ancaman dalam mengarahkan anak merupakan langkah keliru, menakut-nakuti anak akan memunculkan rasa takut yang berpengaruh pada perilaku anak.

8) Guru dan orang tua harus memanfaatkan minat agama anak untuk memotivasi solidaritas sosialnya dalam suatu kelompok.[12]



[1] Muhammad Muhyidin, Bahasa dan Kecerdasan Bayi, Nidia Pustaka, Yogyakarta, 2007, hlm. 170-172.

[2] Ibid., hlm. 175.

[3] Thomas Armstrong, Smart Baby’s Brain, Prestasi Pustakarya, Jakarta, 2003, hlm. 21-23.

[4] Hydrochephalus adalah adanya air dalam otak.

[5] Thomas Armstrong, op.cit., hlm. 24-26.

[6] Inayat Khan, Mendidik Sejak dari Kandungan Hingga Dewasa, Marja, Bandung, 2007, hlm. 12-13.

[7] Ibid., hlm. 14-15.

[8] Ibid., hlm. 16-20.

[9] Joan Beck, Meningkatkan Kecerdasan Anak, Delaprasta Publishing, 2003, hlm. 43-45.

[10] Ibid., hlm. 45-47.

[11] Ma’ruf Musthafa Zurayq, Sukses Mendidik Anak, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2003, hlm. 88.

[12] Ibid., hlm. 88-91.



Share:

0 comment:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.